Cute Rocking Baby Monkey

PERSEDIAAN (AKUNTANSI KEUANGAN MENENGAH)

Senin, 30 Desember 2013 1 komentar


FKIP
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS GALUH
Kantor: Jl. R.E. Martadinata No. 150 Ciamis

BAHAN PERKULIAHAN


Mata Kuliah         : Akuntansi Keuangan Menengah
Tingkat/Semester  : II/ 3
Dosen                   : Firman Aryansyah, S.Pd., M.Pd.
Pokok Bahasan     : Akuntansi Persediaan






Persediaan adalah barang yang tersedia digudang atau tempat penyimpanan suatu entitas pada tanggal tertentu. Persediaan terdiri atas beberapa jenis, tergantung pada bentuk entitasnya. Beberapa contoh dari Persediaan adalah:
·         Persediaan Bahan Baku
·         Persediaan Barang Dalam Proses
·         Persediaan Barang Jadi
 

·         Persediaan Barang Dagang
·         Persediaan Barang Habis Pakai
Untuk jenis perusahaan manufaktur, Persediaan terdiri dari tiga jenis, yaitu Persediaan Bahan Baku, Persediaan Barang Dalam Proses dan Persediaan Barang Jadi. Arus Biaya Persediaan pada perusahaan manufaktur dapat digambarkan sebagai berikut:
 

 








Aliran Biaya itu dapat dimasukkan dalam jurnal sebagai berikut:

Mutasi  Persediaan pada perusahaan dagang, dapat diilustrasikan sebagai berikut:




Saldo Persediaan barang dagang dipengaruhi oleh transaksi-transaksi berikut ini:
  • Pembelian barang dagang
  • Retur Penjualan
  • Retur Pembelian dan diskun pembelian
  • Penjualan barang dagang
  • penyesuaian-penyesuaan terhadap saldo Persediaan (Persediaan hilang, menyusut,dll)


Terdapat dua sistem pencatatan Persediaan:
·         Sistem pencatatan Persediaan Perpetual
·         Sistem Pencatatan Persediaan secara periodik


Sistem Pencatatan Persediaan secara perpetual
Sistem pencatatan Persediaan secara perpetual melakukan pencatatan Biaya Persediaan secara terus menerus ke pembukuan. Setiap perubahan dalam Persediaan langsung dicatat dengan mendebit atau mengkredit akun Persediaan. Teknik pencatatan apabila menggunakan sistem ini adalah:
1.       Setiap terjadi pembelian barang, akun Persediaan didebit
2.       Apabila terjadi pembayaran ongBiaya masuk, menerima diskun tunai atas pembelian, atau pengembalian dan penyisihan penjualan, maka nilai transaksi langsung dicatat ke akun Persediaan, bukan ke akun khusus untuk mencatat peristiwa-peristiwa itu.
3.       Setiap terjadi penjualan barang, maka akun Persediaan di kreditkan dan akun Biaya dari barang terjual (Cost of Goods Sold) didebitkan
4.       Setiap jenis Persediaan dibuatkan kartu Persediaan yang berfungsi sebagai buku pembantu (subsidiary ledger) dari akun Persediaan.
Sistem Persediaan perpetual mencatat mutasi Persediaan secara terus menerus ke akun Persediaan sehingga posisi Persediaan tetap bisa diketahui setiap saat. Untuk menghasilkan pengendalian yang baik, maka sistem pencatatan Persediaan secara perpetual bisa digunakan.

Sistem Pencatatan Persediaan secara periodik
Sistem ini mencatat mutasi (perubahan) terhadap saldo Persediaan ke masing-masing akun yang menunjukkan transaksinya, bukan ke akun Persediaan. Teknik pencatatan apabila menggunakan sistem ini adalah:
1.       Setiap terjadi pembelian barang Biaya Persediaan dicatat ke akun Pembelian.
2.       Apabila terjadi pembayaran ongBiaya masuk, menerima diskun tunai atas pembelian, atau pengembalian dan penyisihan penjualan, maka nilai transaksi langsung dicatat ke akun masing-masing (Akun biaya angkut pembelian, diskun pembelian, akun retur dan penyisihan pembelian) bukan ke akun Persediaan.
3.       Setiap terjadi penjualan barang, maka akun Persediaan tidak dikreditkan.
4.       Untuk menghitung Biaya dari barang yang terjual (Cost of Goods Sold), maka  harus dilakukan perhitungan sebagai berikut:
Biaya dari barang terjual (Cost of Goods Sold)
Persediaan awal periode (Beginning Balance)               xxx
Pembelian (Purchases)                                      xxx
Retur pembelian (Purchase Return) (xxx)
Diskun pembelian (Purchase Discount)           (xxx)
Biaya angkut (Freight In)                                    xxx +
Pembelian neto (Net Purchase)                        xxx+
Barang tersedia untuk dijual                             xxx
(Goods Available for sale)
Persediaan akhir Periode (Ending Balance)    (xxx)
Biaya dari barang terjual (Cost of Goods Sold)               xxx

5.       Persediaan akhir diketahui jumlahnya hanya dengan melakukan perhitungan fisik.
6.       Dibuat jurnal untuk menutup/menyesuaikan saldo Persediaan akhir ke neraca dan menutup akun-akun pembelian, retur pembelian, biaya angkut pembelian.







Perbandingan sistem perpetual dan sistem periodik

KEPEMILIKAN ATAS PERSEDIAAN


Kepemilikan (hak) atas Persediaan menentukan siapa yang mencatat barang sebagai Persediaannya. Untuk menetapkan hak atas Persediaan, ada beberapa kondisi yang harus dianalisis:
·         Barang dalam perjalanan pada saat menyusun laporan keuangan
Untuk menetapkan siapa yang berhak atas barang yang sedang dalam perjalanan pada saat penyusunan laporan keuangan, maka harus dilihat syarat (term) dari pembayaran ongBiaya angkut yang ada di konosemen (Bill of Lading). Terdapat dua syarat pengiriman yang bisa menunjukkan kepemilikan dari barang:
1.       FOB Shipping Point (Free On Board Shipping Point) atau franko penjual. Apabila penjualan dilakukan dengan ketentuan ini maka ongBiaya angkut pengiriman barang ditanggung oleh pihak pembeli barang. Hal itu berarti kepemilikan barang berpindah apabila barang sudah keluar dari pelabuhan atau tempat pengiriman. Pihak penjual dengan segera mengkreditkan akun Persediaan dan pihak pembeli mendebitkan akun pembelian atau Persediaan. Ketentuan ini biasanya dituliskan sesuai dengan kota pihak penjual (misalnya: apabila pihak penjual berada di Kota Medan maka dituliskan FOB Medan atau Franko Medan)
2.        FOB Destination (Free On Board Shipping Point) atau franko pembeli. Apabila penjualan dilakukan dengan ketentuan ini maka ongBiaya angkut pengiriman barang ditanggung oleh pihak penjual barang. Hal itu berarti kepemilikan barang berpindah apabila barang sudah sampai ke tujuan atau tempat pembeli berada. Pihak penjual mengkreditkan akun Persediaan apabila barang sudah sampai pada pembeli barang dan pihak pembeli mendebitkan akun pembelian atau Persediaan apabila sudah diterima. Ketentuan ini biasanya dituliskan sesuai dengan kota pihak pembeli (misalnya: apabila pihak pembeli berada di Kota Jakarta maka dituliskan FOB Jakarta atau Franko Jakarta)

·         Barang Konsinyasi
Salah satu metode pemasaran yang banyak dipakai adalah konsinyasi. Pihak penitip (disebut konsinyor) mengirimkan barang kepada agen penjual dimana agen penjual berkewajiban menjual barang konsinyasi itu. Apabila barang tidak terjual maka pihak penitip bisa mengambil atau mengganti barang dengan barang yang baru. Dalam metode pemasaran secara konsinyasi barang tetap menjadi hak penitip barang sampai barang itu terjual. Pihak yang menerima titipan (konsinyee) menerima komisi atas penjualan barang dan berkewajiban menjaga barang dan menempatkan barang di tempat yang pantas. 
·         Perjanjian Penjualan Khusus
1.       Penjualan dengan perjanjian membeli kembali
Kadang-kadang perusahaan mendanai Persediaannya tanpa melaporkan adanya hutang atau Persediaan di neraca. Hal ini dilakukan dengan penjualan dengan perjanjian membeli kembali. Dalam model transaksi ini pihak penjual dan pembeli melakukan perjanjian jual beli dimana pihak penjual berjanji akan membeli kembali Persediaan dengan harga yang disepakati. Oleh pihak pembeli, barang ini digunakan sebagai jaminan untuk pinjaman dari bank. Hasil peminjaman uang dari bank digunakan oleh pembeli untuk melunasi transaksi penjualan barang. Dimasa depan, pihak penjual membeli kembali seluruh barang dan pihak pembeli menggunakan hasilnya untuk melunasi hutang ke bank. Transaksi itu dapat diilustrasikan sebagai berikut:


Dengan melakukan penjualan dengan perjanjian membeli kembali pihak penjual bisa menghindarkan pencatatan hutang dan memanipulasi penghasilan. Sedian dengan skema penjualan ini tetap dicatat oleh pihak penjual. Pihak penjual tetap sebagai pemilik barang dan juga harus mencatat hutang ke bank sebagai kewajibannya.

2.       Penjualan dengan tingkat pengembalian yang tinggi
Apabila dalam suatu operasi usaha terdapat tingkat pengembalian (return) yang tinggi karena ada perjanjian dagang yang memungkinkannya, maka terdapat dua alternatif pencatatan transaksi penjualan. Pencatatan transaksi penjualan bisa dilakukan pada saat terjadinya transaksi dan mencatat taksiran pengembalian dan penyisihan penjualan  pada akun taksiran penembalian dan penyisihan penjualan. Penjual bisa juga tidak mencatat  penjualan sampai suatu keadaan yang mengindikasikan jumlah yang akan dikembalikan oleh pembeli. Apabila jumlah pengembalian bisa ditaksir dengan akurat, maka Persediaan juga bisa dikreditkan pada saat mencatat penjualan.
3.       Penjualan Cicilan
Penjualan cicilan merupakan cara penjualan lainnya dalam praktik bisnis. Pelanggan akan melakukan cicilan sampai periode waktu tertentu. Cara penjualan secara cicilan sangat beresiko, terutama tingkat ketertagihan piutang. Oleh karena itu, dalam penjualan cicilan biasanya hak kepemilikan atas barang berpindah apabila cicilan telah diselesaikan. Namun, terkait dengan kepemilikan atas Persediaan dalam penjualan cicilan, barang-barang harus dikeluarkan dari akun Persediaan pihak penjual apabila persentase dari piutang yang tak tertagih bisa ditaksir secara akurat.


Diskun pembelian diterima apabila entitas membayar hutang usaha pada rentang waktu diskun yang diberikan pihak penjual. Untuk mencatat diskun pembelian terdapat dua metode yang bisa digunakan, yaitu metode neto (Net Method) dan Metode Bruto (Gross Method). Dengan menggunakan metode neto diskun pembelian langsung dikurangkan dari pembelian/ Persediaan barang da hutang usaha. Apabila diskun tidak diambil maka didebitkan akun kerugian atas  diskun pembelian (Purchase discount Lost). Akun kerugian karena tidak memanfaatkan dikun pembelian dilaporkan di laporan rugi laba pada kelompok biaya lain-lain (Other Expenses and Losses).
Metode bruto dioperasikan dengan mencatat pembelian/Persediaan pada jumlah bruto. Pada saat pembayaran hutang pada masa diskun, pembeli barang mencatat diskun dalam akun diskun pembelian (apabila menggunakan sistem periodik) atau mengkreditkan akun Persediaan (apabila menggunakan sistem perpetual). Misalnya, PT. A menggunakan sistem periodik dan membeli barang dengan syarat 2/10,n/30 pada tanggal 1/5-2005 seharga Rp. 10 juta. Apabila pembayaran dilakukan dalam periode diskun atau diluar periode diskun, pencatata yang dilakukan adalah:


Persediaan dinilai atas dasar Biaya historis. Penyimpangan atas basis ini dapat dilakukan apabila terdapat kondisi- kondisi lain, misalnya penurunan nilai Persediaan menuju nilai pasar atau kondisi yang memerlukan estimasi atas nilai Persediaan. Penilaian berbasis aliran Biaya historis terdiri atas beberapa metode:
·         Identifikasi spesifik (Specific Identification)
·         FIFO (First In First Out/Masuk Pertama Keluar Pertama)
·         LIFO (Last In First Out/ Masuk Terakhir Keluar Pertama)
·         Average (Rata-Rata)
Keempat asumsi aliran Biaya Persediaan itu dapat diterapkan pada sistem pencatatan periodik maupun perpetual.
A.      Identifikasi Spesifik
Metode aliran Biaya ini digunakan apabila terdapat ciri-ciri khusus dari setiap jenis Persediaan. Karena setiap jenis memiliki kualitas dan harga yang berbeda-beda, maka setiap barang yang terjual harus dikenali tanggal pembeliannya sehingga barang yang tersisa (Persediaan) dan terjual bisa diidentifikasi Biaya-nya. Metode aliran Biaya ini merupakan metode yang terbaik namun sulit untuk dilakukan, terutama pada barang yang jenisnya banyak. Biasanya, metode ini digunakan pada entitas yang memiliki jenis Persediaan sedikit, mahal dan mudah dibedakan berdasarkan karakteristik barang (misalnya: emas, perhiasan, mobil, furniture, berlian,dll).
Misalkan PT. A memiliki data terkait dengan Persediaan sebagai berikut:




Apabila Persediaan akhir ( 600 unit, berasal dari 300 + 685 -30 -395 + 40)  diidentifikasi berasal dari Persediaan awal (185 unit), pembelian 02/1-07 (70 unit),  16/1 (10 unit), dan 20/1 (175 unit), 31/1 (160 unit), maka  Biaya Persediaan akhir dapat dihitung:



B.       FIFO
Metode aliran Biaya Persediaan dengan FIFO mengasumsikan aliran Biaya atas Persediaan yang keluar diambil dari Biaya Persediaan yang paling awal masuk  ( Biaya Persediaan yang pertama masuk merupakan basis menentukan Biaya Persediaan yang dikeluarkan). Metode ini mengasumsikan Biaya Persediaan akhir berasal dari Persediaan yang terakhir masuk ke gudang/tempat penyimpanan.   Metode FIFO bisa diterapkan dalam sistem pencatatan periodik maupun perpetual.



FIFO pada sistem pencatatan periodik
Pada sistem pencatatan periodik, Kunatitas dan Biaya Persediaan akhir diketahui apabila dilakukan perhitungan fisik terhadap Persediaan. Biaya dari barang yang terjual (Cost of Goods Sold) berasal dari harga pembelian yang paling awal  sedangkan Biaya Persediaan akhir berasal dari pembelian yang terakhir dan ditarik mundur sampai suatu tanggal dimana kuantitas Persediaan terpenuhi. Berdasarkan contoh PT. A sebelumnya, maka Biaya Persediaan akhir dengan metode FIFO dalam sistem Periodik dapat dihitung sebagai berikut:



FIFO pada sistem pencatatan Perpetual
Dalam sistem Persediaan perpetual, manajemen Persediaan dilakukan dengan membuat kartu Persediaan (di bagian akuntansi) yang memuat setiap mutasi (pergerakan) barang serta Biaya-nya. Apabila dipakai metode FIFO, maka setiap barang yang keluar karena terjual dihitung Biaya-nya berdasarkan Biaya Persediaan akhir yang pertama dibeli. Biaya dari Persediaan akhir berasal dari harga pembelian barang yang terakhir..
Dari contoh sebelumnya, Persediaan akhir PT. A dapat dihitung dengan menggunakan metode aliran FIFO dalam sistem Persediaan perpetual:


Walaupun saldo Persediaan akhir bisa diketahui dari kartu Persediaan, namun perhitungan fisik terhadap Persediaan akhir tetap harus dilakukan minimal pada saat akhir periode akuntansi

C.       METODE LIFO
Metode LIFO bergerak dalam arah yang berlawanan dengan metode FIFO. Pada metode aliran Biaya ini, Biaya dari barang yang dijual (Cost of Goods Sold) diambil dari Biaya Persediaan yang terakhir dibeli sehingga Biaya Persediaan akhir berasal dari Biaya barang yang pertama dibeli.




LIFO pada sistem pencatatan periodik
Dalam sistem periodik, Biaya Persediaan akhir diketahui jika dilakukan perhitungan fisik terhadap Persediaan. Biaya Persediaan akhir  berasal dari pembelian yang pertama dilakukan dan kemudian ditarik maju sampai kepada tanggal pembelian dimana seluruh unit dalam Persediaan  terpenuhi. Dalam contoh sebelumnya, Biaya Persediaan akhir PT. A, apabila dinilai dengan metode LIFO pada sistem Persediaan periodik, dapat dihitung sebagai berikut:

 

LIFO pada sistem pencatatan perpetual
Pada sistem perpetual, Biaya dari barang yang dijual ditentukan berdasarkan Biaya pembelian barang  terakhir. Biaya Persediaan akhir dihitung dari harga pembelian yang pertama dilakukan. Dari contoh PT. A sebelumnya, nilai Persediaan akhir dapat dihitung sebagai berikut:



D.      METODE AVERAGE (RATA-RATA)
Metode rata-rata juga dapat diaplikasikan pada sistem pencatatan periodik dan perpetual.

Metode Average dalam sistem periodik (Rata-Rata Tertimbang)
Metode ini tidak mendasarkan Biaya Persediaan berdasarkan aliran barang masuk atau keluar, namun merata-ratakan Biaya dari barang yang tersedia untuk menghitung Biaya Persediaan akhir. Dari contoh PT. A sebelumnya, Biaya Persediaan akhir dapat dihitung sebagai berikut:




Metode Average dalam Sistem Perpetual (Rata-rata Bergerak)
Persediaan yang di catat dikartu Persediaan dirata-ratakan Biaya-nya setiap terjadi pembelian barang.  Dari data Persediaan PT. A, Persediaan akhir dapat dihitung dari kartu Persediaan berikut ini:


Rata-rata Persediaan dihitung dengan menambahkan total saldo Persediaan sebelum pembelian ditambah total harga beli barang, kemudian membagikan hasil penjumlahan itu dengan total kuantitas Persediaan. Misalnya, Biaya/unit  Persediaan pada tanggal 16 Januari 2007 dapat dihitung sebagai berikut:( 50.250 +33.000) : (335 +200) = Rp. 156. Dari beberapa metode Persediaan yang sudah dijelaskan, metode rata-rata merupakan metode yang paling sederhana dan mudah dilakukan.




Perbandingan Rugi-laba Masing-Masing Metode
Masing-masing metode menghasilkan Biaya Persediaan dan Biaya dari barang terjual yang berbeda-beda. Biaya Persediaan yang berbeda-beda ini menghasilkan laba bruto yang berbeda. Perbandingan laba rugi masing-masing metode dengan menggunakan data PT. A diatas, dengan asumsi setiap barang dijual seharga Rp. 250 per unit,  dapat diilustrasikan sebagai berikut:


Dari tabel diatas terlihat bahwa metode FIFO menghasilkan laba yang lebih tinggi karena Biaya Persediaan akhir dengan metode FIFO lebih tinggi dibandingkan metode-metode aliran Biaya Persediaan lainnya. Metode aliran Biaya apapun yang dipilih untuk dipakai harus digunakan secara konsisten (dipakai dari satu periode ke periode berikutnya) untuk menjaga keandalan dan keterbandingan informasi keuangan.
Perpindahan dari satu metode aliran Biaya Persediaan ke metode lainnya tetap dimungkinkan dengan alasan yang masuk akal dan dijelaskan dalam Catatan Terhadap Laporan Keuangan (Notes to Financial Statements).


4. METODE LAIN UNTUK MENILAI DAN MENAKSIR BIAYA PERSEDIAAN

Secara umum Persediaan dinilai berdasarkan metode Biaya histories, yaitu salah satu dari antara metode identifikasi khusus, FIFO, atau rata-rata. Penyimpangan dari basis Biaya histories ini bisa dilakukan sepanjang terdapat hal yang memungkinkan metode berdasarkan Biaya historis sulit atau tidk memungkinkan untuk dilakukan. Beberapa cara untuk menilai atau menaksir Persediaan diluar metode aliran Biaya histories adalah:
  1. Metode Lower of Cost or Market (Terendah antara Biaya dan Pasar)
  2. Metode Lower of Cost or Net Realizable Value (Terendah antara Biaya dan Nilai Realisasi Neto)
  3. Metode Relative Sales Value (Nilai Penjualan Relatif)
  4. Metode Gross Profit (Laba Bruto)
  5. Metode Retail Inventory (Persediaan Eceran)





LOWER OF COST OR MARKET (TERENDAH ANTARA BIAYA DAN PASAR)
Metode Lower of Cost or Market (Terendah antara Biaya dan Pasar) digunakan untuk menilai Persediaan pada waktu laporan keuangan akan disusun. Metode ini digunakan apabila manfaat Persediaan menurun dibawah nilai/Biaya Persediaan. Kondisi tersebut terjadi apabila nilai pasar Persediaan lebih rendah dari Biaya Persediaan karena kerusakan Persediaan atau Persediaan merupakan barang usang. Akibatnya, kerugian karena nilai pasar yang lebih rendah dari Biaya Persediaan harus diakui/dicatat pada periode penilaian.  Biaya Persediaan yang dinilai dengan salah satu metode berbasis Biaya (FIFO, LIFO, AVERAGE atau Identifikasi Khusus) dibandingkan dengan nilai pasarnya, yaitu harga beli barang apabila pada saat penilaian barang itu dibeli kembali.
Harga pasar merupakan Biaya pengganti (Replacement Cost)  dari Persediaan, yaitu harga pasar apabila barang yang sama dibeli pada tanggal penilaian, bukan harga jual dari Persediaan itu. Misalnya, barang yang memiliki Biaya Rp. 20,000 pada tanggal penyusunan laporan dapat dibeli dengan harga Rp. 19.500 maka Biaya pengganti adalah Rp.19.500. Selisih antara nilai Persediaan yang dinilai berbasis Biaya dengan nilai pasarnya dianggap sebagai kerugian penurunan Persediaan dan dibebankan pada periode dimana penurunan terjadi. Penilaian ini merupakan cara yang konservatif dalam menilai Persediaan.
Cara kerja metode LCM
Metode LCM bekerja sesuai dengan gambar berikut ini:



Penjelasan:
1.       Biaya Persediaan merupakan nilai Persediaan yang dinilai dari salah satu metode berbasis Biaya: FIFO, LIFO, AVERAGE, dan Identifikasi Khusus.
2.       Nilai pasar merupakan Biaya pengganti, yaitu harga beli Persediaan pada saat penilaian dilakukan. Biaya pengganti (Replacement Cost) tidak boleh melebihi nilai realisasi neto, yaitu estimasi penjualan setelah dikurangi estimasi pengeluaran untuk menyelesaikan Persediaan (estimasi biaya penyelesaian) dan biaya penjualan, dan tidak boleh lebih rendah dari nilai realisasi neto setelah dikurangi penyisihan marjin laba normal.
3.       Apabila nilai pengganti melebihi nilai realisasi neto maka yang digunakan sebagai nilai pasar adalah nilai realisasi neto  karena nilai realisasi neto merupakan nilai penjualan neto (harga jual dikurangi biaya penyelesaian dan biaya penjualan) yang diharapkan mengalir ke perusahaan. Nilai Realisasi Neto menutupi kerugian yang disebabkan oleh kerusakan atau keusangan Persediaan. Apabila nilai pengganti melebihi nilai realisasi neto dan dipakai sebagai asumsi nilai pasar maka Persediaan menjadi lebih tinggi dari nilai realisasinya. Misalnya: Biaya Persediaan akhir Rp. 600, nilai pengganti Rp.550, dan nilai realisasi neto Rp 500, maka tidaklah tepat untuk menilai Persediaan sebesar nilai pengganti Rp. 550, karena Persediaan hanya bisa direalisasi (dijual, setelah dikurangi biaya-biaya pelepasan) Rp. 500.
4.       Apabila Nilai Biaya pengganti kurang dari nilai realisasi neto dikurangi penyisihan marjin laba normal, maka yang digunakan sebagai nilai pasar adalah hasil pengurangan nilai realisasi neto dengan penyisihan marjin laba normal. Hasil pengurangan nilai realisasi neto dengan penyisihan marjin laba normal merupakan
5.       batas bawah dimana Persediaan tidak boleh dijual  dibawah nilai itu. Nilai batas bawah ini merupakan nilai yang dapat diperoleh atau direalisasi perusahaan  dari Persediaan dengan tetap memperoleh laba.
6.       Misalnya, PT. A memiliki Persediaan yang dinilai dengan FIFO. Biaya Persediaan akhir Rp. 2,000. Nilai penjualan dari Persediaan Rp. 2.500 dan  taksiran biaya penyelesaian dan penjualan Rp.150. Penyisihan untuk marjin laba normal sebesar 10% dari penjualan. Harga beli Persediaan (Replacement Cost) pada saat penilaian dilakukan Rp.1.950. Batas atas dan Batas Bawah dapat dihitung:

Karena Nilai Pengganti (Replacement Cost) Rp. 1,950 sudah dibawah batas bawah, maka yang digunakan sebagai nilai pasar adalah Rp. 2.100. Selanjutnya metode LCM diaplikasikan untuk Biaya Rp. 2,000 dan nilai pasar Rp. 2.100. Karena yang terendah adalah Biaya Persediaan maka nilai Persediaan akhir yang disajikan di laporan keuangan adalah Rp. 2.000.
APLIKASI METODE LCM
Metode LCM bisa diaplikasikan kepada masing-masing individu Persediaan, kategori utama Persediaan atau keseluruhan Persediaan. Misalnya PT. Aditia memiliki beberapa jenis Persediaan yang bisa dikategorikan atas dua jenis Persediaan. Data-data untuk menilai Persediaan dapat dilihat pada ilustrasi berikut ini (penyisihan marjin laba normal 10% dari harga jual):



Aplikasi metode LCM untuk setiap item Persediaan, kategori utama Persediaan dan keseluruhan dapat dilakukan sebagai berikut:
Hasil penilaian Persediaan menurut metode LCM berdasarkan ketiga kategori itu adalah:

Untuk menyesuaikan nilai Persediaan dari berbasis Biaya menuju berbasis pasar (LCM), ada dua metode pencatatan:
1.       Metode langsung
 Metode ini menyesuaikan selisih penilaian ke akun Biaya dari Barang Terjual (Cost of Goods Sold) dan Persediaan periode itu. Tidak ada pengakuan kerugian atas penurunan nilai Persediaan. Dari ilustrasi diatas, penyesuaian dengan metode langsung untuk LCM Individual dapat dibuat sebagai berikut:




2.       Metode Tidak langsung/Penyisihan
Metode ini menyesuaikan selisih penilaian ke akun penyisihan penurunan nilai Persediaan dan mengakui kerugian karena penurunan nilai Persediaan. Metode ini mengungkapkan kerugian atas penurunan nilai Persediaan dan tidak langsung mengurangi nilai Persediaan di neraca. Dari segi pengungkapan informasi keuangan, metode ini lebih baik dari metode langsung.


Akun kerugian karena penurunan nilai pasar Persediaan disajikan di laporan rugi laba pada kelompok biaya lain-lain, sedangkan akun penyisihan terhadap penurunan nilai Persediaan disajikan di neraca sebagai pengurang akun Persediaan (Contra Account). Nilai Biaya dari barang terjual (Cost of Goods Sold) tidak berubah sama sekali.

METODE LOWER OF COST OR NET REALIZABLE VALUE (TERENDAH ANTARA BIAYA DAN NILAI REALISASI NETO)
Apabila nilai Persediaan lebih tinggi dari nilai realisasinya, maka Biaya dari Persediaan tidak akan bisa lagi dipulihkan atau diperoleh. Penyebab nilai Persediaan melebihi nilai realisasinya adalah barang yang rusak atau usang atau bila harga penjualan menurun dibawah Biaya Persediaan. Misalnya, Persediaan yang memiliki Biaya Rp. 600 namun hanya bisa dijual (direalisasi) sebesar Rp. 500, tidak wajar apabila dilaporkan di neraca sebesar Biaya-nya Rp. 600. Untuk mencegah melaporkan Persediaan dalam jumlah yang melebihi nilai realisasinya maka metode terendah antara Biaya dan nilai realisasi neto dapat digunakan untuk menilai Persediaan akhir.
Metode ini membandingkan nilai Persediaan yang dinilai berbasis Biaya histories dengan nilai realisasi neto dari Persediaan. Nilai realisasi Neto merupakan nilai penjualan neto yang diharapkan mengalir dari Persediaan. Sama dengan metode LCM, nilai realisai neto dihitung dengan mengurangkan nilai Persediaan menurut harga jual dikurangi dengan taksiran-taksiran biaya penyelesaian dan penjualan. Nilai terendah antara nilai Persediaan yang dinilai berbasis Biaya historis dengan nilai realisasi neto diangkat sebagai nilai Persediaan akhir di laporan keuangan.
Sama dengan metode LCM, penilaian Persediaan juga dapat dilakukan untuk masing-masing item Persediaan, kelompok utama atau secara keseluruhan. Selisih penilaian dapat  dicatat dengan metode langsung ataupun metode tidak langsung, seperti diterapkan pada metode LCM
Argumen pendukung terhadap metode ini adalah nilai Persediaan tidak boleh melebihi nilai realisasi neto-nya, karena aktiva tidak boleh dinilai melebihi nilai realisasinya Apabila Persediaan sudah melebihi nilai realisasi neto, maka Persediaan sudah disajikan terlampau tinggi (overstatement). Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dalam PSAK No.14 menganjurkan penilaian Persediaan dengan metode ini.



METODE LABA BRUTO (GROSS PROFIT METHOD)
Metode laba bruto digunakan untuk menaksir Persediaan dalam kondisi tidak memungkinkan atau tidak efisien dari segi waktu untuk melakukan perhitungan fisik terhadap saldo Persediaan. Biasanya metode ini digunakan apabila Persediaan terkena bencana alam (banjir, kebakaran, dll), atau oleh auditor untuk menaksir nilai Persediaan akhir, atau apabila laporan keuangan disusun untuk periode interim. Metode ini juga digunakan oleh perusahaan asuransi untuk menaksir Persediaan yang terkena bencana alam dan diasuransikan. Bila memungkinkan, perusahaan harus tetap melakukan perhitungan fisik atas Persediaan minimal sekali setahun.
Metode laba bruto dioperasikan dengan menetapkan suatu persentase laba bruto dari penjualan. Misalnya, PT. Andika memiliki penjualan Rp 20.000.000 dan ditaksir laba bruto 15% dari penjualan. Saldo Persediaan awal Rp. 35.000.000, pembelian dalam periode itu Rp. 15.000.000. Secara sederhana Persediaan akhir dapat dihitung dengan cara:


METODE NILAI PENJUALAN RELATIF (RELATIVE SALES VALUE)
Metode nilai penjualan relative digunakan untuk menilai Persediaan yang dibeli secara borongan (lump-sum). Alokasi Biaya Persediaan didasarkan pada perbandingan total harga jual masing-masing item Persediaan dengan keseluruhan harga jual. Rasio itu kemudian dikalikan dengan total harga beli seluruh Persediaan. Misalnya, Tuan A membeli pakaian bekas dalam bal (suatu ukuran untuk pembelian pakaian jadi). Harga 1 bal pakaian adalah Rp. 3.500.000, terdiri dari pakaian anak-anak:
1.       Kualitas I (80 buah), harga jual Rp. 50.000/unit
2.       Kualitas II ( 120 buah), harga jual Rp. 35.000/unit
3.       Kualitas III (100 buah), harga jual Rp. 10.000/unit
Pada akhir periode, yang tersisa adalah:
1.        Kualitas I (20 buah),
2.       Kualitas II ( 60 buah)
3.       Kualitas III (10 buah)

Biaya dari Persediaan akhir dapat dihitung sebagai berikut:



METODE RETAIL INVENTORY (PERSEDIAAN ECERAN)
Pada perusahaan eceren item Persediaan sangat banyak, sehingga perhitungan fisik atas Persediaan kurang efektif dilakukan terutama apabila perusahaan membuat laporan keuangan secara interim. Untuk mengetahui nilai Persediaan tanpa perlu melakukan perhitungan fisik adalah dengan menggunakan metode Persediaan eceran. Metode ini digunakan untuk menaksir nilai Persediaan yang tersisa pada suatu tanggal. Metode Persediaan eceran bisa digunakan dengan asumsi:
  1. Perusahaan memiliki catatan tentang Biaya dan harga eceran dari setiap barang yang dibeli
  2. Perusahaan memiliki catatan tentang Biaya dan harga eceran setiap barang yang tersedian untuk dijual.
  3. Memiliki catatan penjualan pada periode itu.
Taksiran nilai Persediaan dihitung dengan rasio Biaya terhadap harga eceran (Cost to retail ratio), yaitu membandingkan nilai barang yang tersedia untuk dijual pada harga eceran dengan nilai barang yang tersedia untuk dijual berdasarkan Biaya-nya (harga pemerolehan).
Istilah-istilah yang digunakan dalam metode Persediaan eceran
Dalam perusahaan eceran, kenaikan atau penurunan harga eceren sangat sering dilakukan terutama untuk menyambut peristiwa-peristiwa tertentu atau untuk menanggapi pertumbuhan atau penurunan permintaan terhadap barang. Beberapa istilah yang digunakan untuk menjelaskan kenaikan atau penurunan harga eceran adalah:
  1. Mark up, yaitu jumlah kenaikan diatas harga eceran
  2. Pembatalan Mark Up (Mark Up Cancellation), yaitu penurunan harga pada interval mark up yang sudah dibuat
  3. Mark Down, yaitu jumlah penurunan harga eceran
  4. Pembatalan Mark Down, yaitu kenaikan harga pada interval mark down yang sudah dibuat.
Misalnya, harga eceran barang X Rp. 5.000. Apabila harga dinaikkan menjadi Rp. 6.000 maka mark up Rp. 1.000. Apabila harga menjadi Rp. 5.500 maka pembatalan mark Up Rp. 500. Apabila harga menurun menjadi Rp. 4.800, maka pematalan mark up Rp. 500 dan mark down Rp. 200. Bila harga dinaikkan menjadi Rp. 4.950, maka telah terjadi pembatalan mark down Rp. 150. Ilustrasi itu bisa digambarkan sebagai berikut:

Misalnya, PT. Aditya memiliki data Persediaan menurut Biaya dan harga eceran seperti dibawah ini:

Nilai Persediaan akhir dapat dihitung dengan metode konvensional atau metode Biaya. Dengan metode konvensial, nilai barang tersedia untuk dijual menurut harga eceran tidak termasuk mark down dan pembatalan mark down (hanya sampai Mark up). Apabila metode Biaya yang digunakan, maka nilai mark up, pembatalan mark up, mark down, dan pembatalan mark down diikutkan dalam perhitungan. Nilai Persediaan akhir menurut harga eceran diperoleh dengan mengurangkan nilai barang tersedia untuk dijual menurut harga eceran dengan nilai penjualan. Biaya Persediaan akhir diperoleh dengan mengalikan rasio Biaya terhadap harga eceran terhadap nilai Persediaan menurut harga eceran.

Metode Biaya (Cost Method)
Metode Konvensional (Conventional Method)
Berdasarkan rumus diatas maka Persediaan akhir PT. Aditya dapat dihitung:


Metode Konvensional tidak memasukkan mark-down untuk menghitung rasio Persediaan akhir. Metode ini digunakan apabila perusahaan ingin menaksir nilai Persediaan akhir yang dinilai dengan menggunakan metode terendah antara Biaya (rata-rata) dan nilai pasar.
Metode Biaya memasukkan mark up maupun mark down untuk menghitung nilai Persediaan akhir. Metode ini tidak mengakui adanya kerugian akibat penurunan nilai Persediaan.


Komitmen pembelian adalah suatu kontrak pembelian antara pihak penjual dengan pihak pembeli barang. Bagi pembeli, kontrak pembelian melindunginya dari kenaikan harga yang akan terjadi dalam masa-masa kontrak dan menjamin pasokan barang. Bagi pihak penjual, kontrak ini menjamin penjualan barang dan arus kas perusahaan. Pasa saat komitmen disepakati, tidak ada pencatatan yang perlu dilakukan pada catatan akuntansi (jurnal). Apabila nilai kontrak material, maka kontrak harus diungkapkan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan (Notes to Financial Statement). Pencatatan ke jurnal dilakukan ketika laporan keuangan (interim atau tahunan) akan disusun. Pada saat itu, penilaian dilakukan terhadap harga yang tercantum dalam kontrak terhadap harga pasarnya. Apabila harga pasar menurun dibawah harga kesepakatan, maka pihak pembeli harus mengakui kerugian dan hutang yang terkait dengan kerugian penurunan harga itu. Penilaian harga kontrak terhadap harga pasar juga dilakukan pada saat barang akan diterima dan pembayaran dilakukan.
Misalnya, PT. Aditia melakukan komitmen  pembelian dengan PT. Biduan Lestari. Komitmen untuk membeli barang dari PT. Biduan Lestari pada harga yang disepakati Rp. 2.500/unit untuk 3.000 unit barang. Pada akhir periode akuntansi, harga barang tersebut di pasar Rp. 2.000. Hal itu berarti PT. Aditia kehilangan kesempatan untuk memperoleh harga yang lebih murah dari harga kontrak. Untuk itu, PT. Aditia harus mengakui kerugian karena harga pasar dibawah harga komitmen:

 

Kerugian karena penurunan harga pasar itu disajikan di laporan rugi laba pada kelompok akun Biaya dan kerugian lainnya. Akun hutang taksiran atas komitmen pembelian disajikan pada kelompok hutang jangka pendek (hutang lancar). Apabila pada saat barang diterima harga pasar sebesar Rp. 2.200, maka PT. Aditia harus mengakui keuntungan (ingat: keuntungan boleh diakui hanya ketika realisasi dilakukan):



animasiku

burung twitterqu

salju

tuyul ketawa

salju

Pengikut

Search This Blog

 
My Adventure Life © 2011 | Designed by Interline Cruises, in collaboration with Interline Discounts, Travel Tips and Movie Tickets